Minggu, 31 Juli 2011

History Of Islam In Indonesia

 Indonesia merupakan mayoritas terbesar ummat Muslim di dunia. Ada sekitar 85,2% atau 199.959.285 jiwa dari total 234.693.997 jiwa penduduk. Walau Islam menjadi mayoritas, namun Indonesia bukanlah negara yang berasaskan Islam. Islam telah dikenal di Indonesia pada abad pertama Hijaiyah atau 7 Masehi, meskipun dalam frekuensi yang tidak terlalu besar hanya melalui perdagangan dengan para pedagang muslim yang berlayar ke Indonesia untuk singgah untuk beberapa waktu. Pengenalan Islam lebih intensif, khususnya di Semenanjung Melayu dan Nusantara, yang berlangsung beberapa abad kemudian. Salah satu bukti peninggalan Islam di Asia Tenggara adalah dua makam muslim dari akhir abad ke 16
Agama islam pertama masuk ke Indonesia melalui proses perdagangan, pendidikan, dll. 

Masuknya islam melalui jalur Perdagangan ialah :
Proses penyebaran Islam di Indonesia
datangnya bersamaan dengan kegiatan
perdagangan yang dilakukan oleh para
pedagang muslim dari Asia Barat dan Asia
Selatan menuju Asia Timur. Para pedagang
muslim itu antara lain datang dari Arab, Persia,
dan Gujarat. Karena letak Indonesia yang
sangat strategis dalam jalur perdagangan
internasional, menyebabkan para pedagang
itu singgah sementara di Indonesia. Awalnya singgah sebentar, lama-kelamaan
ada juga yang tinggal menetap dan berdirilah pemukiman-pemukiman muslim
di pelabuhan-pelabuhan Nusantara. Dari sinilah timbul kontak dan sosialisasi
dengan penduduk pribumi, sehingga mulailah proses penyebaran Islam.
Daerah di Indonesia yang pertama mendapat pengaruh Islam adalah daerah
Indonesia bagian Barat. Daerah ini merupakan jalur perdagangan internasional,
sehingga pengaruh dapat dengan cepat tumbuh di sana. Daerah pesisir itu
nantinya menumbuhkan pusat-pusat kerajaan Islam seperti Samudera Pasai,
Pidie, Aceh, Banten, Demak, Banjarmasin, Goa Makassar, Gresik, Tuban,
Cirebon, Ternate dan Tidore sebagai pusat kerajaan Islam yang berada disekitar
pesisir. Kota-kota pelabuhan seperti Jepara, Tuban, Gresik, Sedayu adalah
kota-kota Islam di Pulau Jawa. Di Jawa Barat telah tumbuh kota-kota Islam
seperti Cirebon, Jayakarta, dan Banten.
Bukti-bukti awal proses penyebaran agama Islam dapat kita temukan
dalam berbagai bentuk, baik dalam bentuk tulisan, catatan perjalanan dari
bangsa asing, maupun bukti-bukti fisik berupa batu nisan. Beberapa berita
dari bangsa asing yang menunjukkan awal Islamisasi di Indonesia antara lain:
1. Hikayat Dinasti Tang di Cina. Hikayat ini mencatat, terdapat orangorang
Ta Shih yang mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan
Ho Ling yang diperintah oleh Ratu Sima (675 M) Ta Shih ditafsirkan
oleh para ahli yaitu bangsa Arab. Berdasarkan hikayat ini dapat disimpulkan
bahwa Islam datang ke Indonesia bukan pada abad ke-12 M, melainkan
pada abad ke-7 M dan berasal dari Arab langsung, bukan dari Gujarat
India.
2. ‘Aja’ib Al Hind , yaitu sebuah kitab yang ditulis oleh Buzurg bin
Shahriyar sekitar tahun 390 H/1000 M berbahasa Persia. Mencatat
adanya kunjungan pedagang muslim ke kerajaan Zabaj. Setiap orang
muslim, baik pendatang maupun lokal, ketika datang ke kerajaan ini
harus bersila . Kitab ini mengisyaratkan adanya komunitas muslim lokal
pada masa kerajaan Sriwijaya. Kata Zabaj diidentikan dengan kata
Sriwijaya.
3. Marcopolo seorang pedagang dari Vene ia yang melakukan perjalanan
pulang dari Cina menuju Persia, sempat singgah di Perlak pada tahun
1292. Menurutnya, Perlak merupakan kota Islam, sedangkan dua tempat
di dekatnya, yang disebutnya Basma dan Samara bukanlah kota Islam.
Di Perlak (Peureula) ia menjumpai penduduk yang memeluk Islam, dan
juga banyak pedagang Islam dari India yang giat menyebarkan Islam.
4. Ibn Batutah seorang musafir dari Maroko, dalam perjalanannya ke dan
dari India pada tahun 1345 dan 1346, singgah di Samudera. Di sini
ia mendapati bahwa penguasanya adalah seorang pengikut ma hab Syafi i.
Hal ini menegaskan bahwa keberadaan ma hab ini sudah berlangsung
sejak lama, yang kelak akan mendominasi Indonesia, walaupun ada
kemungkinan bahwa ketiga ma hab Sunni lainnya (Hanafi, Maliki, dan
Hambali) juga sudah ada pada masa-masa awal berkembangnya Islam.
Bukti-bukti fisik atau artefak yang menunjukkan awal Islamisasi di Indonesia
yaitu antara lain:
1. Batu nisan bertuliskan huruf Arab ditemukan di Leran, Gresik. Batu nisan
ini memuat keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan bernama
Fatimah binti Maimun yang berangka tahun 475 Hijriah (1082 M).
2. Di Sumatra (di pantai timur laut Aceh utara) ditemukan batu nisan Sultan
Malik al-saleh yang berangka tahun 696 Hijriah (1297 M).
3. Serangkaian batu nisan yang sangat penting ditemukan di kuburan-kuburan
di Jawa Timur, yaitu di Trowulan dan Troloyo, dekat situs istana Majapahit.
Batu nisan itu menunjukkan makam-makam orang muslim, namun lebih
banyak menggunakan angka tahun Saka India dengan angka Jawa Kuno
daripada tahun Hijriah dan angka Arab. Batu nisan yang pertama ditemukan
di Trowulan memuat angka tahun 1290 Saka (1368-1369 M). Di Troloyo
ada batu-batu nisan yang berangka tahun antara 1298 1533 Saka
(1376 1611 M). Batu-batu nisan ini memuat ayat-ayat Al-Qur an.
4. Sebuah batu nisan muslim kuno yang bertarikh 822 H (1419 M) ditemukan
di Gresik (Jawa Timur). Batu nisan ini menjadi tanda makam Syekh
Maulana Malik Ibrahim. Bentuk batu nisan makam Maulana Malik
Ibrahim (822 H/1419M), di Gresik Jawa Timur, memiliki kesamaan dengan
bentuk batu nisan yang ada di Cambay, Gujarat India. Diperkirakan
batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat ke Wilayah Nusantara yang
beriringan dengan penyebaran Islam.
Berdasarkan penemuan bukti-bukti awal proses Islamisasi di Indonesia,
dapat ditarik kesimpulan, yaitu sebagai berikut :
1) Islam pertama kali masuk ke Indonesia abad pertama Hijriah atau sekitar
abad ke-7 dan ke-8 M, dibawa oleh para pedagang Arab yang telah
memiliki hubungan dagang dengan pedagang-pedagang di pesisir pantai
Sumatra.
2) Islam mengalami perkembangan pada abad ke-13/14 M, setelah para
pedagang Gujarat secara intensif melakukan proses penyebaran Islam
seiring dengan kegiatan perdagangan mereka.
3) Islam datang ke Indonesia ada yang dari Arab langsung dan ada pula
melalui Gujarat, India.
Selanjutnya berdasarkan hasil Seminar Nasional mengenai sejarah masuknya
Islam ke Indonesia, yang berlangsung di Medan tahun 1963, memberikan
kesimpulan sebagai berikut.
1. Islam pertama kali masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriah
(651 M).
2. Masuknya Islam ke Indonesia pertama kali adalah di pesisir pantai Sumatra,
dan setelah terbentuknya masyarakat Islam, maka raja-raja Islam yang
pertama berada di Aceh.
3. Mubalig-mubalig Islam yang pertama selain sebagai penyiar Islam merangkap
juga sebagai saudagar. Dalam proses pengislaman selanjutnya, orangorang
Indonesia ikut aktif mengambil bagian.
4. Masuknya Islam ke Indonesia dilakukan dengan cara damai.
5. Kedatangan Islam di Indonesia membawa kecerdasan dan peradaban
yang tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia.

Masuknya islam melalui jalur Pendidikan ialah :
Pesantren adalah salah satu sistem pendidikan Islam yang ada di Indonesia dengan ciri yang khas dan unik, juga dianggap sebagai sistem pendididikan paling tua di Indonesia.[9] Selain itu, dalam pendidikan Islam di Indonesia juga dikenal adanya Madrasah Ibtidaiyah (dasar), Madrasah Tsanawiyah (lanjutan), dan Madrasah Aliyah (menengah). Untuk tingkat universitas Islam di Indonesia juga kian maju seiring dengan perkembangan zaman, hal ini dapat dilihat dari terus beragamnya universitas Islam. Hampir disetiap provinsi di Indonesia dapat dijumpai Institut Agama Islam Negeri serta beberapa universitas Islam lainnya.

Sejarah masuknya Islam

Penyebaran Islam (1200 - 1600)

Berbagai teori perihal masuknya Islam ke Indonesia terus muncul sampai saat ini. Fokus diskusi mengenai kedatangan Islam di Indonesia sejauh ini berkisar pada tiga tema utama, yakni tempat asal kedatangannya, para pembawanya, dan waktu kedatangannya.
Mengenai tempat asal kedatangan Islam yang menyentuh Indonesia, di kalangan para sejarawan terdapat beberapa pendapat. Ahmad Mansur Suryanegara mengikhtisarkannya menjadi tiga teori besar.
Pertama, teori Gujarat, India:
Teori ini dinamakan Teori Gujarat, bertolak dari asal negara yang membawa Islam ke Nusantara. Adapun peletak dasar teori ini kemungkinan besar adalah Snouck Hurgronje, dalam bukunya L’Arabie et les Indes Neerlandaises, atau Revue de l’histoire des Religious, jilid Ivil.
Hurgronje menitikberatkan pandangannya ke Gujarat berdasarkan: Pertama, kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran agama Islam ke Nusantara. Kedua, hubungan dagang Indonesia-India telah lama terjalin. Ketiga, inskripsi tertua tentang Islam yang terdapat di Sumatra memberikan gambaran hubungan antara Sumatra dengan Gujarat.
Pandangan Snouck Hurgronje ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap para sejarawan Barat, dan berpengaruh juga terhadap sejarawan Indonesia. Teori Gujarat umumnya menyatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13. Pendapat ini berdasarkan bukti batu nisan Sultan pertama dari Kerajaan Samudera Pasai, yakni Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada 1297. Pendapat yang mengatakan bahwa nisan di Pasai tersebut becorak Hinduistis semakin menguatkan Teori Gujarat(India). Selain itu ajaran mistik Islam yang berkembang di Nusantara diakui dikembangkan oleh orang-orang India yang telah memeluk Islam.
Dari berbagai argumen Teori Gujarat yang dikemukakan oleh beberapa sejarawan, terlihat bahwa analisis mereka bersifat Hindu Sentris, karena beranggapan bahwa seluruh perubahan sosial, politik, ekonomi, budaya dan agama di Nusantara tidak lepas dari pengaruh India.
Kedua, teori Makkah :
Teori Gujarat mendapat kritik dan koreksi dari Hamka yang melahirkan teori baru, yakni Teori Mekkah. Hamka menolak pandangan yang menyatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13 dan berasal dari Gujarat. Hamka lebih mendasarkan pandangannya pada peranan bangsa Arab sebagai pembawa agama Islam ke Nusantara. Gujarat dinyatakan sebagai tempat singgah semata, dan Mekkah sebagai pusat, atau Mesir sebagai tempat pengambilan ajaran Islam.
Analisis Hamka berbeda dengan sejarawan dan orientalis Barat, dengan menambahkan pengamatannya pada masalah Mazhab Syafi’i, sebagai mazhab yang istimewa di Mekkah dan mempunyai pengaruh yang terbesar di Nusantara. Hal ini tidak dibicarakan secara mendalam oleh sejarawan Barat sebelumnya.
Selain itu, Hamka menolak pendapat yang menyatakan bahwa agama Islam baru masuk ke Nusantara pada abad ke-13, karena di Nusantara pada abad ke-13 telah berdiri kekuatan politik Islam, yaitu kerajaan Samudera Pasai. Dan menurutnya tidak mungkin dalam waktu singkat setelah kedatangannya umat Islam telah mampu membangun sebuah kekuatan politik. Jadi masuknya agama Islam ke Nusantara menurut Hamka tidak terjadi pada abad ke-13, melainkan jauh sebelum itu, yaitu pada abad ke-7.
Pendapat ini didasarkan pada peranan bangsa Arab dalam perdagangan di Asia yang dimulai sejak abad ke-2 SM. Peranan ini tidak pernah dibicarakan oleh para penganut Teori Gujarat. Tinjauan Teori Gujarat menghapuskan peranan bangsa Arab dalam perdagangan dan penguasaan lautan, yang telah lama mengenal Samudera Indonesia daripada bangsa-bangsa lainnya. Dari ahli geografi Arab seperti Abu Zaid Al- Balkhi(934), Ibnu Hauqal(975), dan Maqdisi(985), kita mendapatkan informasi tentang peta bumi yang telah dimiliki oleh bangsa Arab, yang di dalamnya terdapat Samudera Indonesia.
Kalau kita perhatikan fakta sejarah ini, bangsa Arab telah memiliki peta bumi yang dilengkapi dengan Samudera Indonesia, dan menguasai jalur laut menuju Nusantara, sehingga tidaklah mengherankan bila pada tahun 674 telah berdiri perkampungan Arab Islam di pantai Barat Sumatra. Selain itu, fakta tersebut memberikan informasi tentang telah terjadinya hubungan Nusantara-Arab jauh sebelum abad ke-13. Oleh karena itu sukar kiranya untuk dimengerti mengapa pendukung Teori Gujarat, hanya melihat India-Nusantara dengan menghapuskan peranan Arab dalam perdagangan lautnya, termasuk penguasaan jalur laut ke Nusantara.
Kalau kenyataan sejarah semacam ini kemudian dianggap tidak pernah terjadi, artinya adanya peranan bangsa Arab atas bangsa Indonesia tidak ingin diakui oleh para sejarawan dan orientalis Barat. Mereka lebih cenderung memperbanyak informasi tentang hubungan India-Nusantara. Apakah target informasi sejarah yang bersifat Hindu Sentris adalah untuk menanamkan kecintaan intelektual Indonesia terhadap sejarah pra-Islam di Nusantara?. Kalau target pengaruh informasi sejarah adalah sikap politik kalangan intelektual Indonesia, tepatlah peringatan Hamka terhadap pandangan Snouck Hurgronje yang bertujuan menentang pengaruh Arab yang ditemuinya dalam perang Aceh.
Disamping dibawa oleh para pedagang Arab, Hamka juga menyatakan orang-orang Nusantara mengambil inisiatif untuk belajar dengan berlayar ke Cina, Hindustan, Laut Merah, Pantai Jeddah, bahkan sampai membangun negara baru di Malagasi (Madagaskar). Dengan keterangan ini, Hamka mencoba menginformasikan kemampuan penguasaan laut orang-orang Nusantara pada saat itu. Hal ini biasanya tidak didapatkan pada penulisan sejarah oleh pemerintah kolonial Belanda, sehingga terbaca bangsa Indonesia sebagai bangsa yang pasif dan tidak bergerak keluar.Hal ini tentunya sejalan dengan politik kolonial yang tidak ingin mental bangsa jajahannya terangkat.
Ketiga, teori Persia :
Teori Persia lebih menitikberatkan tinjauannya pada kebudayaan yang hidup di kalangan masyarakat Islam Indonesia yang dirasakan mempunyai persamaan dengan Persia. Kesamaan kebudayaan itu antara lain:
Pertama, peringatan 10 Muharram atau Asyura sebagai hari peringatan syi’ah atas kematian Husain. Biasanya diperingati dengan membuat bubur Syura. Di Minangkabau bulan Muharram disebut juga bulan Hasan-Husain.
Kedua, adanya kesamaan ajaran antara ajaran Syaikh Siti Jenar dengan ajaran Sufi Iran Al-Hallaj, sekalipun Al-Hallaj telah meninggal pada 310H/922M, tetapi ajarannya berkembang terus dalam bentuk puisi, sehingga memungkinkan Syaikh Siti Jenar yang hidup pada abad ke-16 dapat mempelajarinya.
Ketiga, penggunan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab, untuk tanda-tanda bunyi harakat dalam pengajian Al-Qur’an tingkat awal.
Teori Persia mendapat tentangan dari berbagai pihak, karena bila kita berpedoman kepada masuknya agama Islam pada abad ke-7, hal ini berarti terjadi pada masa kekuasaan Khalifah Umayyah. Sedangkan, saat itu kepemimpinan Islam di bidang politik, ekonomi dan kebudayaan berada di Mekkah, Madinah, Damaskus dan Baghdad. Jadi, belum memungkinkan bagi Persia untuk menduduki kepemimpinan dunia Islam saat itu.

 

Organisasi

Terdapat beberapa organisasi Islam di Indonesia, di antaranya adalah Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Jamiat Khair, sebuah organisasi Islam tempat para ulama dan aktivis bergabung, tempat bermulanya Ahmad Soorkati mengawali karier dakwahnya di Indonesia. Ia diundang secara khusus oleh gerakan ini untuk menjadi pengajar pada berbagai badan pendidikan yang dirintisnya pada tahun 1912. Ia datang dari Sudan, membawa dan mengusung pola pikir rasional dalam berbagai kuliahnya. NU merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan anggota sekitar 35 juta. NU seringkali dikategorikan sebagai Islam traditional, salah satunya karena sistem pendidikan pesantrennya. Muhammadiyah merupakan organisasi Islam terbesar kedua, dengan anggotanya yang sekitar 30 juta. Muhammadiyah memiliki ribuan sekolah, universitas, dan lembaga pendidikan tinggi serta ratusan rumah sakit di seluruh Indonesia.

Politik

Dengan mayoritas berpenduduk Muslim, politik di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh dan peranan ummat Islam. Walau demikian, Indonesia bukanlah negara yang berasaskan Islam, namun ada beberapa daerah yang diberikan keistimewaan untuk menerapkan syariat Islam, seperti Aceh.
Seiring dengan reformasi 1998, di Indonesia jumlah partai politik Islam kian bertambah. Bila sebelumnya hanya ada satu partai politik Islam, yakni Partai Persatuan Pembangunan-akibat adanya kebijakan pemerintah yang membatasi jumlah partai politik, pada pemilu 2004 terdapat enam partai politik yang berasaskan Islam, yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Bintang Reformasi, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Bulan Bintang.Selain ketiga organisasi diatas, di Indonesia juga dikenal adanya Front Pembela Islam, Majelis Mujahidin Indonesia, dan Hizbut Tahrir Indonesia.


Referensi :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar